Sudah berapa kali aku membuatmu menangis.Ya, pastinya menangis versimu. Sekarang pun masih sama. 
Sama seperti setiap kali aku berani menentang keputusanmu, dengan 
caraku. Kuhanya ingin engkau tahu, bukan sekedar ingin menguji 
kekuatanmu atau mengetes perhatianmu, karena aku bukan Tuhan. Tapi aku 
ingin engkau tahu, aku juga punya dunia yang ingin kuselamatkan.
Masih ingat bagaimana kisah-kisah kepahlawanan mengakhiri episodenya?
 Nah, begitulah yang sesungguhnya ingin kulakukan. Tapi belum apa-apa, 
engkau sudah habis tersayat-sayat dalam dunia yang kuciptakan. Tidakkah 
kau tahu, aku benar-benar sangat ingin menikmati hari tua bersamamu? 
Membasuh kakimu menjelang tidur lalu membukakan jendela kamar di saat 
fajar akan datang.
Tidak banyak yang kupunya memang, tapi segala yang ada pada diriku 
juga karena engkau yang telah menjadikannya ada. Hanya Tuhan saja yang 
tahu kedalaman cintaku. Maka bila hari ini kau merasa aku “kejam”, 
seharusnya aku lebih merasakannya. Tapi karena timbangan cinta itu, aku 
akan tetap menjaga bibirku mengucapkan. Maka, cobalah rasakan. Agar aku 
tidak perlu lagi mengucapnya.
Bagiku bahasa lisan tidak akan lebih berat dari suara qalbu. Itu 
pulalah sebab mengapa aku diam. Aku hanya ingin engkau mengerti. Biar 
kita berdua bicara dengan bahasa hati. Menikmati tangisan berdua, 
menikmati senyum berdua. Tapi hingga hari ini engkau masih saja 
mengutukku dengan doamu.
Mungkin dimatamu aku bidadari, seorang peri yang harus selalu 
sempurna. Ideal seperti yang ada dalam imajinasi. Tapi nyatanya aku 
hanya seorang gadis kecil yang sedang berayun-ayun di rindang dedaunan. 
Warna-warniku semoga bisa membasuh luka di matamu, tapi justru kau 
menganggapnya pesona lincah di udara. Tahukah bahwa sayapku mudah sekali
 patah saat kau menyentuhnya dengan keras?
Aku bisa merasakan luka di hatimu. Tapi pernahkah engkau juga ingin 
melihat bagaimana lukaku? Mengapa kita tidak bicara berdua dan 
mengungkapkan segala hal yang selama ini menyekat dinding hati kita? 
Bukankah kita selalu bersama sepanjang rentang usia?
Ayolah, ini waktunya untuk pulang. Pulang kepada nurani kita yang 
tidak pernah berdusta. Saat wajah dan bibirmu mengatakan “benci”, 
benarkah itu perasaan yang sesungguhnya? Aku tidak pernah percaya itu, 
sampai engkau mengatakannya dengan segala energi yang ada di jiwa. 
Apakah setelah itu aku akan percaya? Tidak juga, karena aku selalu tahu 
bagaimana hatimu memeluk rasa itu.
Maafkan aku, tapi aku akan buatmu bangga!
Yogyakarta, 20 Oktober 2011.
Terima kasih, sudah kecewa padaku. Bukankah itu sikap jujur yang mengatakan “betapa kau sangat menyayangiku?”
Untuk seseorang yang kuidolakan bertahun-tahun.
kasih sayang merupakan salah satu hal yang mempersatukan manusia di dunia ini, karena kasih sayang juga terjadi perdamaian, komentar juga ya ke blog saya myfamilylifestyle.blogspot.com
BalasHapus