Selamat Datang

Assalamu'alaikum wr wb.

Di rumah ini, aku bercerita tentang banyak hal yang kualami, kupelajari, dan kutemukan hikmahnya.

ini hanya catatan harianku. Tapi bagian dari jejak sejarah yang pernah terlewati dan akan terlalui.

Terima kasih, jika ada manfaatnya untukmu, saudaraku...

salam hikmah, aku muallaf...

Wassalam

Senin, 19 Januari 2009

"Karena Aku, mencintaimu.."

Aku masih ingat pancangan mimpi-mimpi dan harapanku yang dulu sering mengisi fantasi hayalku di usia-usia belia. Sungguh, aku kian yakin tentang “takdir”. Ia telah tertulis 50.000 tahun yang lalu di lauful mahfudz, bahkan jauh sebelum bumi ini tercipta. Tiada kekhawatiran di lintasan hari-hariku. Semuanya telah jelas. Hanya, jika aku menginginkan hal-hal terbaik, melalui doa aku dapat memintanya. Siapa tahu jika takdir yang telah tertulis itu adalah baik, dengan doa ia menjadi sinkron dan lebih baik. Namun jika takdir itu buruk, dengan doa ia menjadi baik. Subhanallah. Inilah diantara senjataku.
Bila kuingat kembali perjalanan hidupku dari kecil hingga di usia hari ini, aku belum dan tidak akan pernah merasa gundah dengan hari depanku. Meski fenomena ini justru sangat kupahami saat aku mulai belajar Islam. Dan itu pun baru setelah perguruan tinggi memfasilitasi hidayahku.
Dulu, saat kelumpuhan menemani masa kecilku dan memutus interaksiku dengan teman-teman sebayaku, aku tetap menjadi makhluk kecil yang tegar. Mungkin hampir setiap hari, aku selalu berdialog dengan kedua kakiku di antara kubangan pasir di depan rumah simbah. Hanya sejuk dan rindang pohon sawo yang tak pernah bosan menemaniku bermain. Hingga aku tak pernah merasa sendiri. Aku bisa merasakan mereka pun mampu berdialog sepertiku, seperti halnya pamanku pernah berkata, bahwa mereka pun bisa bicara, tentu dengan bahasa mereka sendiri. Ada banyak makhluk Allah yang senantiasa bertasbih, bertahmid dan bertakbir mengagungkan asma-Nya. Allah SWT, pemilik keadilan. Ketika itu, dengan dewasanya kuelus kedua kaki yang tak juga kunjung dapat kupakai untuk melangkah. Di temani suara-suara alam yang khas.
“Sikil-sikil, kapan to arep mari?” (kaki-kaki, kapan mau sembuh?), Kata-kata itu kuinggat saat entah siapa yang coba mengingatkanku tentang saat-saat kecilku. Hingga aku dapat membayangkan semua kejadian saat itu. Saat aku harus digendong jika ingin beranjak dari bawah pohon sawo tempat bermainku, saat aku mau (maaf) buang hajat, saat aku ingin merasakan bumi Allah yang di bagian lain dan saat apapun.
Apa aku juga ingin bisa berjalan seperti teman-teman yang lain? Mungkin ia. Tapi sebuah pelajaran besar yang akhirnya kudapatkan dari kelumpuhan itu adalah, aku tidak “liar” mengumbar segala keinginanku. Pun hari ini, aku bisa memahami bagaimana frustasinya orang-orang yang tidak siap mentalnya, ketika ia harus mengalami kondisi keterbatasan fisik, setelah ia merasakan nikmatnya sehat. Segalanya sudah tertulis. Kita tidak pernah tahu apakah kedua tangan kita yang hari ini masih utuh dan sehat ini, esok juga masih seperti ini? Atau kaki kita yang bisa digunakan untuk berjalan bahkan berlari, esok masih bisa menemani langkah-langkah kita dengan tegap? Hanya berusaha dan berdoa itu yang kita mampu dan bisa.
Meski aku mungkin sudah kehilangan masa kecilku sesaat, namun sungguh semuanya telah tertulis. Allah pasti memiliki scenario terbaik untukku. Dan hingga aku diberi kesempatan untuk dapat berjalan kembali, aku merasakan sebuah kehidupan yang baru lengkap dengan tantangan yang baru pula.
Semuanya pas, sesuai dengan fisikku, sesuai dengan kapasitasku. Hingga Allah SWT berkenan menolongku. Mengembalikan fitrah Islam dalam diriku.

Jumat,4 Muharram 1430 H/2 Januari 2009

2 komentar:

bersikap bijak, berkata baik:)