Selamat Datang

Assalamu'alaikum wr wb.

Di rumah ini, aku bercerita tentang banyak hal yang kualami, kupelajari, dan kutemukan hikmahnya.

ini hanya catatan harianku. Tapi bagian dari jejak sejarah yang pernah terlewati dan akan terlalui.

Terima kasih, jika ada manfaatnya untukmu, saudaraku...

salam hikmah, aku muallaf...

Wassalam

Rabu, 21 Januari 2009

Pengorbanan: Milestone Kejayaan
CatatanAkhir Tahun Ketua Himmpas
Hari masih pagi, ketika Nabi menemukan pemuda Anshor itu terpekur lesu di sudut masjid Nabawi. Nabi bertanya dalam hati, ada apa gerangan dengan pemuda ini? Kenapa ia duduk di masjid, sementara ini adalah saat produktif, jamkerja, waktu-waktu untuk berjuang. Rasulullah SAW menghampirinya, dan dengan segenap kelembutan sentuhan langit ia bertanya, “Ya Aba Umamah, limaa liiaraka jalisan filmasjidi fi ghairi waqtish shalah?”. “Wahai Abu Umamah,kenapa kulihat engkau duduk saja di masjid, bukankah ini belum waktunya shalat?”. Lelaki yang mulanya tertunduk itu perlahan menengadahkan wajah.Dengan duka ia mengadu, “Ya Rasulallah, aku sedang gelisah. Aku terbelit hutang…”. Nabi segera paham urusan anak muda ini. Kemudian ia bersabda,“Sahabatku, maukah kau kuberitahu sebuah perktaan, yang jika kau ucapkan makadihapuskanlah semua kegelisahanmu oleh Allah, dan dilunasi-Nya seluruh hutang-hutangmu”. Abu Umamah dengan sepenuh harap menjawab, “Tentu saja wahai Rasul yang mulia”. Rasulullah kemudian mengucapkan kata-kata keramat itu, “Diwaktu pagi dan petang, bacalah olehmu (do’a): “Allahumma inni a’udzubikaminalhammi walhazan, wa a’udzubika minal ‘ajzi walkasli, wa a’udzubikaminaljubni walbukhli, wa a’udzubika min ghalabatiddayni wa qahrirrijal”, “YaAllah, aku berlindung kepada-Mu dari kegelisahan dan kesedihan, dari kelemahandan kemalasan, dari kepengecutan dan kekikiran, serta dari belitan hutang danintimidasi manusia”. Kalimat-kalimat yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ini kemudian menjadi do’a yang mengabadi, dibaca jutaan kaum Muslimin di sepanjang pagi dan petang. Namun do’a itu sebenarnya bukan semata-mata do’a penebus hutang. Ia punya kandungan makna yang lebih dalam. Ia berbicaratentang penguatan pilar-pilar kehidupan yang bisa membebaskan manusia dari duahal. Dua kerangkeng besar yang seringkali mengungkung manusia, memenjarakan kemerdekaan jiwanya, merusak keceriaan hari-harinya. Dua hal itu adalah hutangdan intimidasi, tekanan manusia lain. Hutang adalah simbol ketergantungan ekonomi, dan intimidasi melambangkan keterjajahan moril dan sosial.
Kini, di saat kita dihadapkan pada kenyataan pahit, bahwa kita memang tengah menjadi bangsa pengutang dan seringkali tertunduk pada bangsa lain, layak rasanya kembali me-muraja’ah, mengulang-ulang hikmah yang terkandung di dalam hadits mulia ini. Siklus Kelemahan Ada penjelasan yang runut dariNabiyullah Muhammad SAW dalam do’a ringkas yang diajarkannya tersebut, tentang siklus kelemahan. Bahwa kelemahan dan ketergantungan pada levelnya yang paling akut, sebenarnya bermula dari satu titik. Titik itu berada di hati, namanyakegelisahan (hammun). Kegelisahan adalah kondisi jiwa yang bingung untuk menemukan sikap dan tindakan yang tepat. Kegelisahan adalah kecamuk yang mendebarkan jantung secara sporadis, dalam ritme yang acak-acakan. Dan kegelisahan ini punya karib bernamakesedihan (huznun). Kesedihan merupakan kondisi di mana jiwa tak mampumenerima selisih antara keinginan dengan kenyataan, maka ia terguncang...Dua masalah hati ini kemudian terakumulasi sedemikian rupa, melahirkan kelemahan (‘ajzun). Kelemahan melahirkan kemalasan (kaslan).Perselingkuhan antara kelemahan dan kemalasan inilah yang kita sebut apatisme.
Apa selanjutnya? Tak ada. Jika jiwa telah terkungkung oleh tembok apatisme, maka pandangannya tertumbuk, bashirah-ya mengabur. Tak ada lagi semangat, tidak ada visi, tak ada keberanian. Makaitulah, Nabi mengajarkan pada kalimat berikutnya untuk terus menerus berlindung kepada Allah SWt dari deraan penyakit apatisme; kepengecutan (jubn) dan kekikiran (bukhl). Apa itu pengecut? Segala definisi tentangkepengecutan bermuara pada satu kesimpulan, keengganan mengambil resiko. Apapula itu kikir? Kikir adalah keengganan untuk berkorban.
Pengorbanan Sebagai Pilar Keutamaan
Jiwa pengecut dan lemah pengorbanan, merupakan simptom jiwa yang rusak, tua dan ringkih. Kalau jiwa semacam ini bersemayam di jasad pemuda, maka tak berguna lagi kesehatan fisik dan kebugaran raganya. Layaklah ia dikatakan pemuda tua. Bahkan mungkin kitapantas bertakbir empat kali atas kematian mereka sebelum ajal tiba.
Pengorbanan, adalah pilar keutamaan. Pengorbanan adalah spirit para pemuda. Lihatlah Ashabul Kahfi. Tertatih mereka lari meninggalkan negerinya, hijrah dari kemewahan istana untuk menjadi ‘manusia gua’. Pengorbanan itu semata mereka lakukan untuk mempertahankan kebenaran, mempertahankan prinsip, membela aqidahnya. Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya merekaa dalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan Kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi;Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya Kami kalau demikian telah mengucapkan Perkataan yang Amat jauh dari kebenaran".(QSAl Kahfi; 13-14). Jiwa belia, ilmu yang menyinari hati, dan iman yang berkobar-kobar di dada mereka, menjadikan mereka pribadi-pribadi kukuh. Di hadapan Diqyanus, raja yang tiranik dan despotis,mereka mengumandangkan aqidah mereka. Menggemakan tauhid yang murni. Setelah itu tak mengapa terusir, karena tugas telah ditunaikan, amanah telah disampaikan. Inilah karakter pemuda selamanya, teguh kukuh. Inilah warna perjuangan pemuda yang sejati, deklaratif, proklamatif dan atraktif. Pemuda tak berjuang dalam sunyi. Pemuda tak sepi dari kreasi. Pemuda tak menutup diri untuk menangisi diri, tenggelam dalam kesalehan pribadi sementara lingkungannya tengah tercemari. Pemuda adalah para ahlutadhiyah, pribadi-pribadi yang rela bahkan berlomba untuk berkorban. Mereka tak pernah menutup mulutnya karena ketakutan, tak gemetar tangannya karena ancaman, tak lunglai lututnya karena tekanan dan penderitan. Ibrahim as, yang kita kaji ulang sejarah perikehidupannya pada momen ‘Iedul Adha lalu, juga merupakan pemuda ahlu tadhiyah. Di tanah Babylonia yang diwarnai angkara Namrudz, ia proklamirkan perjuangan tauhidnya. Ia lancarkan atraksi ‘basmi berhala’-nya. Setelah itu ia kalahkan pula Namrudz dalam perdebatan intelektual yang tajam. “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,"orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”(QSAl Baqarah; 258)Lepas itu kita melihat hidup Ibrahim terusmenerus didera badai cobaan berkepanjangan. Dibakar di lautan api, hingga peristiwa penyembelihan Isma’il yang menggetarkan hati. Tapi itu semua berujung indah. Seluruh pengorbanan itu mengantarkan Ibrahim sebagai Imam, panutan sejarah. Maka manasiknya pun dijadikan sebagai perayaan akbar ummat ini. Perhelatan haji merupakan parade cinta, napak tilas pengorbanan Ibrahim as dan keluarganya yang diberkati. “Dan(ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:‘Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia’……” (QSAl Baqarah: 124)…………………………..
Sejarah telah mengajarkan kepada kita bahwa lompatan besar hanya milik mereka yang berani untuk berlari lebih kencang. Bahwa keagungan hanya milik mereka yang rela berkorban. Bahwa keutamaan hanya milik mereka yang bersedia berkontribusi lebih. Ibnul Qayyimal-Jauziyah mengatakan, “ajma’a ‘uqala-ul ummah, anna na’im laa yudrakubinna’im wa anna raahah laa tunaalu birraahah”. “Sudah menjadi pandangan umum para cendikia, bahwa kenikmatan takkan pernah digapai dengan kenikmatan, dan kelapangan tidaklah diwujudkan dengan kelapangan”. Kini kita berdiri di sini. Mematut-matut diri di depan cermin besar peradaban. Lantas kita menemukan bahwa kita adalah anak-anak zaman, yang dikaruniai oleh Allah SWT berbagai kelebihan. Kita adalah pemuda yang mendapatkan sentuhan lembut keimanan, mereguk manisnyahidayah, berhimpun dalam nikmatnya persaudaraan, terang-benderang di bawah naungan cahaya keilmuan. Maka tak layak potensi ini diabaikan. Tak patut segala keutamaan yang Allah karuniakan ini kita nikmati sendiri dalam diam. Mari mensyukurinya dengan amal. Berikan waktu, tenaga, dana, dan potensi apa saja demik emaslahatan dan kejayaan masa hadapan. Kobarkan semangat pengorbanan, bersama dalam kebaikan!
Andree S.IP (Mohon maaf, pak tulisannya bagus. Jadi saya tampilkan saja, ya. Agar banyak yang membaca. jangan berhenti menulis, pak. Terima kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bersikap bijak, berkata baik:)